berhari-hari ini saya menghadapi orang-orang tua yang bercita-cita sangat besar mengenai masa depan anaknya tapi nasib ternyata kurang ramah pada mereka. keluhannya beragam.
kemarin saya menemui para orang tua yang bekerja sebagai petani. mereka tentunya mengandalkan penghasilan dari hasil menjual panen. kita segera mafhum bahwa di republik ini petani menempati peringkat yang tidak begitu mujur. mulai dari awal bekerja mereka harus bersusah payah mencari modal. ke sana kemari yang akhirnya kebanyakan jatuh pada jerat pemilik modal.Para tengkula
para pemilik modal inilah yang menjadi raja sejati di belantara hidup para petani. dengan modal yang mereka miliki, para raja itu dapat menekan para petani untuk menjual hasil buminya dengan harga yang sangat murah dan kemudian menjualnya dengan sangat mahal. sehingga itu tidak ada ceritanya kalau harga cabai naik para petani mendapatkan keuntungan. apa yang didapat petani? keletihan dan encok yang akut. dan lingkaran setan kemiskinanpun menjadi turun. turun temurun kepada anak cucunya.
tadi siang, seorang pedagang sayur keliling datang dan meminta supaya anaknya diterima di sekolah. belum apa-apa sudah berbicara tentang ketidak mampuannya membayar uang sekolah. saya tak bisa menolak. sekolah ini adalah sekolah mereka, yang didirikan untuk melayani mereka dan menjadikan mereka manusia.
Sekolah harusnya ramah pada siapapun. tak harus lihat dompetnya apalagi status sosialnya. di sekolah manusia, biayapun harusnya manusiawi...
(tahun depan kayaknya harus revisi anggaran sekolah)