Tampilkan postingan dengan label trips. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label trips. Tampilkan semua postingan

12 Agustus 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Masjid Raya Makassar yang Indah

Tatkala surya muncul di hari pertama di bulan Syawal, seluruh umat Islam menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sambutlah Hari Kemenangan di Masjid Raya Makassar dalam suasana khusyuk di masjid nan megah.

Salah satu masjid yang mesti dikunjungi oleh pelancong di Makassar adalah masjid Raya Makassar. masjid terbesar kedua di makassar ini selain indah juga menyimpan cerita sejarah yang gemilang.


Walau disebutkan masjid ini dibangun pada tahun 1949, saya yakin sekali bahwa masjid ini sudah berdiri dan digunakan jauh sebelum tahun itu. Setelah itu, masjid mengalami renovasi berkali-kali dan terakhir kali direnovasi pada tahun 1999 dengan bantuan dari Jusuf Kalla. Makanya dari itu masjid ini juga sering dikaitkan dan disebut sebagai masjid Jusuf Kalla. 



Dalam sejarahnya, masjid yang menjadi basis perjuangan umat Islam di Makassar, pernah menjadi tuan rumah MTQ pertama di Indonesia tahun 1955. Tercatat Presiden RI pertama Soekarno pernah singgah dan salat di masjid ini. Begitu juga dengan Presiden Soeharto.



Masjid Raya Makassar ini dibangun di atas lahan seluas 13.912 meter persegi yang dihibahkan untuk pembangunan masjid tersebut. Masjid indah ini diarsiteki oleh  M Soebardjo. Bangunan induk masjid indah ini dapat menampung 10.000 jemaah dan jika digabung dengan halaman maka masjid ini dapat menampung sekitar 50.000 jemaah.



Masjid yang terletak di Jalan Masjid Raya ini memang indah. Warna abu-abunya memberikan kesan sejuk dan tenteram. Apalagi ketika kita memasuki bagian dalam masjid yang luas itu. Suasana tenang dan nyaman langsung menyergap kita.



Kaligrafi indah yang menghiasi dinding dan bagian mimbar memberikan nuansa spiritual yang kental. Tebaran kaligrafi Asmaul Husna memberikan kekayaan spiritual yang dahsyat.



Masjid Raya Makassar dengan gaya arsitektur ala Spanyol itu dilengkapi beberapa fasilitas seperti TPA, Perpustakaan, Kantor MUI, tempat wudhu, area parkir dan kamar mandi. Fasilitas itu tentu membuat orang-orang yang ingin beribadah menjadi betah.



Sebagai tempat ibadah yang indah, Masjid Raya Makassar tidak pernah sepi, baik ketika salat lima waktu, salat Jumat, Salat Tarawih, Salat Idul Fitri, dan Idul Adha. Apalagi pada bulan mulia Ramadan, pihak masjid selalu menyediakan hidangan berbuka puasa bagi jamaah. Gratis lho!


Dimuat juga di Detik Travel.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Hebohnya Festival Agustusan di Kampung Ciburial


Peringatan 17 Agustus adalah momen yang sering membuat kita kangen kampung halaman. Kemeriahan HUT RI selalu ada bedanya di setiap kota. Di Desa Ciburial, Bandung Utara ada Festival Jampana yang sangat heboh.


Desa Ciburial sendiri ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2011, berdasar SK Nomor 556.42/Kep.71-Dispopar/2011 tentang Penetapan Desa Wisata di Wilayah Kabupaten Bandung. Kembali pada keunikan perayaan Agustusan. Selain mengadakan perlombaan-perlombaan yang umumnya diadakan untuk menyemarakan Hari Kemerdekaan itu, suasana meriah akan berlangsung pada saat upacara 17 Agustus.

Sudah menjadi tradisi bahwa peringatan Hari Kemerdekaan itu akan dilengkapi dengan atraksi seni, budaya dan juga hantaran 17-an. Hantaran itu disebut Jampana oleh orang kampung. Jampana adalah semacam hantaran yang ditandu dan berisi macam-macam hasil bumi.

Menurut salah satu sesepuh di Ciburial, awalnya Jampana diniatkan untuk menunjukan rasa syukur atas kesuburan dan kemakmuran desa dan tiap desa akan membawa hasil bumi terbaiknya ke perayaan Agustusan itu. Sekarang, Jampana itu selain berisi untuk bersyukur dan menunjukan kekayaan alam, juga dijadikan ajang kreasi seni bagi para penduduk. Oleh karena itu, isi Jampana sekarang tidak melulu sayuran saja.

Dulu, bentuk dan isi dari Jampana diserahkan kepada RT dan RW setempat. Akhir-akhir ini, pihak desa sudah memberikan tema pada tiap agustusan. Jadinya berwujud pada Jampana tematik.

Dari tema itulah kemudian para pemuda berlomba kreasi pada Jampananya. Umumnya berkreasi dengan sayuran dan buah-buahan. Dari sayuran mereka membuat rumah-rumah, miniatur kebun, perahu dan lain-lain. Ada juga yang berkreasi dengan barang bekas membuat orangutan, ornamen perjuangan, miniatur masjid dan sebuah miniatur helikopter atau tank, lengkap dengan sound system lagu-lagu dangdut nan rancak dan heboh.

Jampana-jampana itu akan dibawa ke Balai Desa Ciburial dengan arak-arakan yang meriah. Berbagai bentuk dan kreasi akan bisa disaksikan pada pesta kemerdekaan itu. Jampana terbaik dari sisi tema dan eksekusi akan mendapatkan penghargaan dari kepala desa.

Sebuah prestise tersendiri mendapatkan penghargaan sebagai Jampana terbaik. Itu kehebohan pertama, setelah jampana-jampana itu dinilai, maka kemudian, giliran rakyat untuk berebut berbagai macam sayuran dan buah-buahan yang dipakai sebagai hiasan.

Setelah ada aba-aba, Jampana pun langsung diperebutkan. Maka, seperti tsunami, semua warga Desa Ciburial berebut dan berebut. Itulah kehebohan kedua.

Sayangnya, karena ini adalah perebutan, maka banyak juga yang tidak kebagian. Juga banyak sayuran yang kemudian jatuh dan terinjak-injak tak termanfaatkan. Nah bagian ini bagian kebersihan yang harus heboh membersihkan arena perebutan.

Mau menyaksikan hebohnya rebutan Jampana? Datanglah ke Desa Ciburial, kampung halamanku yang indah pada tanggal 17 Agustus mendatang. Dijamin, suasananya akan heboh dan Anda akan terhibur karena keseruan acaranya.












Dimuat juga di detikTravel Community 

11 Agustus 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Tanjakan Putus Asa di Ciburial, Tantangan para Pegowes

Di kalangan penggowes sepeda Bandung, ada sebuah tanjakan favorit yakni Tanjakan Putus Asa. Tanjakan yang terletak dekat dengan Taman Hutan Raya Juanda ini memang melelahkan, tapi menyajikan pemandangan indah.
"Ayo, siapa yang bisa sampai puncak tanpa turun dari sepeda?" teriak seorang pesepeda. Yang ditantang kemudian menyela, "Hadiahnya apa?" dibalas dengan jawaban "Helm sepeda atau tas punggung."
Akhirnya mereka berlomba untuk menaklukan tanjakan panjang dan cukup terjal itu, dan tak ada satu pun yang berhasil menaklukan tanjakan itu.
Di kalangan pesepeda, tanjakan ini memang terkenal dengan nama Tanjakan Putus Asa (TPA). Beberapa pesepeda menyebut tanjakan ini sebagai salah satu dari 9 tantangan yang sulit ditaklukan. 
TPA masuk ke dalam wilayah Taman Hutan Raya Djuanda Bandung. Jalan yang membelah panjang, juga sekaligus menjadi batas antara wilayah hutan dengan wilayah perkebunan dan rumah warga desa Ciburial.
TPA bisa dicapai melalui jalan Pakar Timur. Setelah gerbang Taman Hutan Raya Djuanda, akan ada jalan bercabang. Lurus untuk ke gerbang 2 Tahura, dan menuju Maribaya, lanjut jalan ke kanan untuk ke TPA. Dari belokan itu sampai TPA kurang lebih mencapai 2 KM. 
2 KM pertama masih didominasi oleh villa dan rumah penduduk. Entah mengapa, villa-villa bisa mengambil tanah milik perhutani. Setelah melewat pagar tembok yang panjang, barulah pemandangan hutan mulai terasa. 
Pohon pinus dan jalan yang rindang membentang di hadapan kita. Pemandangan Kota Bandung dan bukit-bukit sekitarnya juga bisa dinikmati di trek ini.
Setelah itu, perjalanan akan terasa menanjak. Di tempat yang dulu ada sebuah batu besar, yang oleh penduduk diberi nama batu garok. Perjalanan menaklukan TPA mulai terasa, jalan menanjak panjang. Sedikit demi sedikit mulai menerjal. 
Betul-betul menantang daya tahan para pesepeda. Perkiraan saya, TPA ini memiliki panjang lintasan 500 meter dengan kecuraman bervariasi.
Jalur lainnya bisa menggunakan Jl. Ciburial Indah dahulu, hingga sampai Pesantren Al Qur'an Babussalam. Sebelum Pesantren, ada jalan ke kiri dan menanjak, ikuti saja jalan itu hingga bertemu saung bilik di ujung jalan mentok. Ambil arah kiri dan ikuti satu-satunya jalan berbatu dan terjal itu, hingga nanti bertemu kembali di pertengahan TPA.
Untunglah, keletihan menaklukan TPA bisa dikamuflase dengan sedikit alasan berfoto ria, atau menunggu teman yang masih tertinggal di bawah. 
Setelah TPA bisa ditaklukan, maka jalanan akan mendatar. Tak sampai 300 meter dari situ, maka akan ada tempat istirahat favorit pesepeda yang dikenal sebagai Warung Bandrek. 
Di situ para pesepeda bisa melepaskan letih, mengembalikan lagi stamina tubuh sambil minum bandrek atau bajigur yang khas. Pokoknya Tanjakan Putus Asa terbayar lunas jika sudah sampai di Warban.
Setelah di Warban mau ke mana? Terserah, masih banyak tantangan. Mau terus ke Barutunggul, turun bukit ke Curug Omas, naik ke Tebing Karaton, atau balik lagi menuruni Tanjakan Putus Asa. Semuanya boleh saja, asal dengkul dan pahanya masih kuat mengayuh pedal.



dimuat juga di detikTravel Community

22 Januari 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Aku terkenang pada Galunggung

Pemandangan yang mewakili kenangan saya (Sumber : Kaskus)
5 Mei 1982, pagi-pagi sekali. Namun pagi yang sangat berbeda. Yang membedakan ternyata buramnya kabut diganti oleh guyuran titik-titik abu yang menjadi layar pemandangan di setiap tempat. Waktu itu, saya murid kelas 3 SD, tak tahu debu dari mana dan karena apa. Sekolah diliburkan beberapa hari. Dari obrolan orang tua tahulah bahwa Gunung Galunggung meletus dan memuntahkan abunya sampai jauuuuuh. Dari Tasik sampai Bandung. Akibat letusan itu, lebih dari tiga puluh desa di kaki Galunggung hancur. Ribuan warga terpaksa harus mengungsi ke tempat yang aman selama berbulan-bulan.

Beberapa bulan setelah itu, bapakku mengajak untuk melihat kondisi Galunggung. Tak ingat saya ke sebelah mana. Yang diingat adalah saya berdiri di pucuk sebuah pohon kelapa yang entah seberapa tingginya. kata pengantar, di sekitar pohon kelapa itu dulunya terdapat beberapa rumah. Dan saat itu tak kelihatan karena tertimbun oleh pasir hasil erupsi Galunggung.Di kejauhan saya dapat lihat aliran sebuah sungai yang menghantar sisa-sisa lahar dari Gunung Galunggung. Bergulung-gulung dan diselimuti uap air panas. Merinding rasanya melihat batu-batu sebesar kebo bergulung-gulung pasrah diterjang lahar.

5 Januari 2014. 22 tahun berlalu. Bersama dengan bapak yang sudah berumur 75 tahun dan beberapa karib kerabat. Saya kembali menengok Galunggung. Walau sudah sangat berbeda dengan pemandangan dalam kenangan saya, tetap saja tak menghilangkan kesan merinding dalam diri saya. Galunggung dengan letusan yang dahsyat. Awan panas yang bisa ngibrit hingga 6 km jauhnya. Tinggi asap erupsi bisa mencapai 30 km!

Perjalanan dimulai dari rumah seorang guru di Salawu. Malam sebelumnya Bapak ada acara pengajian. Sedianya bapak akan langsung pulang ke Bandung. Namun ternyata ingin ikut juga ke Galunggung. Dan setelah menyantap ikan bakar dan goreng dari hasil pancingan di kolam, maka kami menunju Galunggung. Tarik maanng.

Ternyata Bapak masih ingin silaturahim dengan sejawatnya di Majlis Mujahidin yang memilii pesantren di desa Padakarny. Akhiranya kami ke sana dan ternyata begitulah kalau bertemu teman akan sangat lama ngobrolnya. 2 jam kira-kira kami menunggu beresnya silaturahim itu. Akhirnya bapak dan KH. Iik Abdul Haq yang memiliki pesantren dengan nama Al Mukhtar keluar dan mengajak untuk melangsungkan perjalanan.

Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan yang kecil dan berkelok. Sebagian jalan cukup rusak parah, disambung dengan jalan yang mulus hingga gerbang masuk Galunggung. Setelah membayar karcis masuk kami segera menuju puncak Galunggung. Jalan kembali berkelok dengan dipayungi awan yang kelabu. Awan itulah yang dari awal ingin saya hindari. 

Ternyata ada juga yang berjalan kaki dari gerbang pertama hingga puncak. Jaraknya sih bisa dikatakan jauh. perkiraan saya hingga 2.5 km dengan jalan menanjak. Kalau tak mau jalan kaki, pergunakan ojek yang cukup banyak mangkal di sekitar gerbang.

Gerbang karcis kedua
Eh ada gerbang karcis lagi? retribusi parkir katanya. Padahal di atas juga kendaraan masih harus membayar uang parkir kepada tukang parkir lokal. Mengapa ndak sekalian di bawah tadi ya retribusinya? Bagi-bagi rejeki kata teman saya. Ya sudahlah kalau begitu. Bayar.

Sampai di tangga untuk ke puncak, mobil kami parkir di tempat yang sudah penuh. Agak susah juga mencari tempat parkir. Waktu liburan, Galunggung memang cukup banyak pengunjungnya. Tak hanya dari Tasik Malaya, dari Bandung, Jakarta dan bahkan Lampung. Setelah mendapatkan tempat parkir maka kami bersiap untuk menuju puncak. 

Anak tangga pertama. Sambil melihat ke puncak, ciut rasanya semangat ini untuk menaklukan 620 anak tangga... waah itu baru anaknya belum ibunya. Ya 620 anak tangga itu untuk mencapai puncaknya saja. belum kalau mau turun hingga kawah. Kebanyakan memang sampai di puncak pertama. Di situlah tujuan kami.

Bapak yang berumur 75 tahun sedikit demi sedikit menapaki satu demi satu anak tangga itu. Usia yang tak lagi muda cukup memaksa untuk sering istirahat. Khawatir juga melihat kondisi bapak yang terlihat kepayahan walau bapak menyembunyikannya. Pak Dani, salah satu yang ikut rombongan kami sudah menyerah di awal-awal tangga. Dia turun lagi dan menunggu kami.

620 anaknya
Perlu waktu 30 menitan untuk sampai ke puncak. Kalau masih muda dan kuat waktu yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Tapi banyak anak muda perokok yang juga kepayahan menapaki tangga tiu. Tak sedikit pula yang turun lagi. Ogah untuk mendaki tangga itu.

Akhirnya terpaan angin puncak Galunggung menerpa wajahku. Udara masih cukup cerah untuk menikmati puncak galunggung barang beberapa saat. Beberapa pasangan muda yang dimabuk asmara rupanya lebih menikmati suasana mereka sendiri dan abai dengan sekelilingnya. Saya juga larut dalam bayangan saya sendiri pada letusan Galunggung yang hanya menyisakan 5 % dari kubah lava (?). Saya teringat nasehat para pengakrab gunung, "hati-hatilah berdekatan dengan gunung berapi karena tabiatnya tak bisa ditebak. Dia bisa saja berubah dalam hitungan detik. saat ini tertidur tapi bisa dengan tiba-tiba menjadi murka". Bayangkan saja jika Galunggung tiba-tiba murka kembali. Ratusan orang di puncak itu akan menjadi korban pertamanya, termasuk saya.

Beberapa titik air turun seakan memberitahu untuk segera turun. Kami bersiap turun. kabut juga mulai menutupi area puncak dan jarak pandang semakin pendek. Namun justru di situ saya mendapat pemandangan menakjubkan. Dalam jarak pandang yang pendek dan berkabut saya yang saat itu masih di puncak melihat berduyun-duyun orang masuk ke dunia lain. Dunia di seberang kabut itu. Mistis. Sayang saya hanya berbekal HP untuk memoto pemandangan menakjubkan itu.

Bergegas kami turun berlomba dengan rintik hujan yang semakin deras. Dan 10 menit saja kami sudah sampai ke tempat parkiran.
Aku bertetangga dengan Galunggung
Jalan yang cukup parah
Gerbang pertama. Bayar karcis

Mistik
Gerbang menuju alam lain


26 November 2013

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Jangan Remehkan Catatan Perjalanan

“Penelusuran sejarah itu harus kontemporary” kata Kang Jalal dalam bincang buku Senandung Angklung di Persia. Maksudnya adalah bahwa penelusuran sejarah harus dirujuk pada catatan-catatan yang ditulis pada zaman terjadinya peristiwa tersebut. Catatan sezaman itulah yang kemudian menjadi rujukan penting dalam penelusuran sejarah.
Sejarah Indonesia, misalnya. banyak merujuk pada catatan-catatan perjalanan Marcopolo. Dalam salah satu catatannya, Marcopolo mengatakan bahwa unicorn (kuda bertanduk satu) itu dijumpai di Sumatera. Mungkin saja yang dilihatnya adalah badak. Karena ilmu pengetahuan tidak pernah mendapat bukti bahwa di Sumatera terdapat kuda bertanduk satu. Dari catatan perjalanan Marcopolo pula dapat kita temui nama-nama tempat yang dikunjunginya saat itu seperti Jawa Besar (Jawa).

Ibnu Batutah - http://sraksruk.blogspot.com
Selain Marcopolo, musafir yang catatannya juga menjadi rujukan sejarah Indonesia adalah Ibnu Batutah. Seorang musafir dari Maroko yang melakukan penjelajahan lebih jauh dan lebih fenomenal dibandingkan Markopolo. Catatan perjalanannya yang berjudul Tuhfah an-Nazzar fi Gara`ib al-Amsar wa `afa`ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat Tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan) menjadi rujukan penting dalam sejarah Indonesia.
Selain mencatat perjalanan, para penjelajah itu juga mencatat kejadian-kejadian penting, adat istiadat masyarakat setempat, tumbuhan, makanan, iklim hingga pakaian yang dipakai. Beberapa catatan sejarah mungkin menyertakan peta atau gambar-gambar pendukungnya. Peta menggambarkan lokasi tempat yang dikunjungi. Jangan sampai salah juga memuat peta. tertulis Chicago tapi peta yang ditunjukan adalah Cikaso. Pemetaan ini sekarang sangat mudah dengan berbagai peta yang tersedia di Internet. Demikian juga dengan foto.
Nah satu saat, catatan perjalanan saya akan menjadi bukti penting dalam penelusuran sejarah saya. Apalagi kalau saya jadi presiden (he he he). Karena catatan itu ditulis berdasarkan yang saya alami. Oleh karena itu mari kita menuliskan perjalanan kita. Karena dengan tidak menuliskannya maka kita telah menghilangkannya dalam sejarah. Verba volant, scripta manent (yang diucapkan akan sirna dan  yang tertulis akan abadi) . Pramoedya mengatakan “Menulislah. Jika engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari dunia dan dari pusaran sejarah”.

28 September 2013

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Tangkuban Parahu, Si Cantik Nan Berbahaya

Setelah mendapat undangan lokakarnya dari Badan Vulkanologi Bandung, maka pada tanggal 2 September 2013 pagi, saya dapat menjejakan kaki lagi di Gerbang Tangkuban Parahu. Hari masihlah cukup pagi, masih cukup dingin untuk melepaskan Jaket yang masih setia membekap badan ini. Sinar matahari pagi menerobos dedaunan di Area loket seakan mencoba mengusik ketentraman pagi itu. 

26 Mei 2013

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Cibuni...

sementara foto-fotonya aja dulu...











0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Sepotong Keindahan Ci Tarum

Apa yang terbayang ketika mendengar kata Citarum? bersih, indah, asri atau kotor polutif dan bau? Jika yang ke dua yang terbayang, anda tak salah karena Citarum termasuk 10 sungai terkotor sedunia. Betulkah seperti itu, memang bisa saja diperdebatkan. Namun perdebatan itu tak akan menolong Citarum yang memang sakit parah.

http://www.guardian.co.uk
Padahal, sebagaimana ditulis di situs Grenpeace, Sungai Citarum mengalir dari hulunya di Gunung wayang selatan kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara di laut jawa. Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota. Citarum menyuplai air untuk kebutuhan penghidupan 28 Juta masyarakat, Sungai yang merupakan sumber air minum untuk masyarakat di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Bandung. Dengan panjang sekitar 269 km mengaliri areal irigasi untuk pertanian seluas 420.000 hektar. Citarum merupakan sumber dari denyut nadi perekonomian Indonesia sebesar 20% GDP (Gross Domestic Product) dengan hamparan industri yang berada di sepanjang sungai Citarum. 

Dari sisi sejarah  Citarum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda, bahkan sejarah peradaban manusia di Jawa Barat. 


Pendek kata, Citarum ini sangat penting untuk -bukan hanya- masyarakat Bandung saja, Tapi  juga untuk masyarakat Jawa dan Bali. Harap di ingat bahwa listrik jawa bali dipasok juga oleh bendungan-bendungan di aliran sungai Citarum. 

ipaluni.blogspot.com
Ironisnya perlakuan masyarakat terhadap sungai yang banyak memberi manfaat tidaklah sepadan. Sungai memberi kehidupan dan manfaat buat manusia, dan manusia membuang sampah dan limbah ke dalamnya. sehingga terciptalah wajah Citarum yang muram.

Pabrik-pabrik besar membuang limbah ke Ci Tarum tanpa melewati proses terlebih dahulu sehingga sering ditemui air terjun warna-warni. Warnanya sesuai dengan limbah yang dibuang langsung ke sungai. Bisa berwarna hitam pekat. Nanti berubah menjadi merah. berubah lagi menjadi hijau. Tak hanya berwarna, limbah itu berbau menyengat dan sangat beracun. Ingat 80 % warga jakarta menjadikan air dari sungai citarum ini sebagai bahan baku air minum.

Dengan semua keruwetan dan masalah di aliran Citarum, maka ada pertanyaan adakah aliran Citarum yang asri? 

Marilah kita berkunjung ke Citarum pada lokasi Saguling di kawasan waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat yang dikelola oleh PT Indonesia Power. Menurut T.Bachtiar, Anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung sebagaimana dikutip , aliran sepanjang sekitar 7.5 kilometer ini merupakan aliran sungai Citarum lama. “Ketika Sungai Citarum dibendung untuk menjadi pembangkit tenaga listrik PLTA Saguling, aliran sungai Citarum yang berasal dari Gunung Wayang itu tertahan di sana lalu dimasukkan ke pipa pesat untuk memutar turbin.” sebagaimana dikutip dari sini.
http://www.guardian.co.uk

Dengan terbendungnya suplai air dari hulu, maka otomatis sungai Citarum hanya disuplai dari mata air di aliran yang 7.5 km itu. Dengan demikian air yang mengalirinya adalah air yang bersih dan bersumber dari mata air di sepanjang sungai.

Karena suplai air tidak sebanyak dulu lagi, maka tersingkaplah keindahan-keindahan Citarum. Maka akan kita saksikan di sana berbagai macam batuan. Ada pothole (lubang yang dihasilkan dari gerusan air), ada batu hiu, Leuwi Gobang. Sanghyang Poek tentu saja tak boleh dilewatkan. Sebuah gua purba yang masih berproses membentuk batuan indah. 

Setelah melewati berbagai macam keindahan dan keasrian citarum dan kita yakin bahwa masih ada sepotong keindahan di Citarum. pertanyaan selanjutnya, sampai kapan keindahan dan keasrian itu akan bertahan?


http://bangaswi.wordpress.com




Di depan Gua Sanghyang Poek - Dok Pribadi








Dok. Geotrek Indonesia












    Blogger news

    Blogroll

    About