saking banyaknya "dongeng-dongeng" menakutkan itu, saya sempat pesimis. saya pikir, apa bisa saya melaksanakan ibadah haji dari Iran? saat itu juga sedang ramai diberitakan di media Indonesia tentang penertiban jemaah haji yang menggunakan paspor hijau.
dalam ketakuan dan rasa pesimis itu, saya mencoba untuk mengurus keberangkatan haji saya. sayapun mulai rajin belajar manasik dengan guru saya yang bernama Syekh Kadzim. seorang Irak yang lama tinggal di Iran.
dalam pengurusan itu saya harus bolak balik ke kedutaan saudi di teheran. perjalanan ke teheran dapat ditemput dalam dua jam dari qom. dari terminal saya biasa menggunakan bis menuju ke kedutaan saudi. akibat dari bolak balik qom teheran itu pelajaran saya jadi terganggu.
selain itu ada sebuah doa yang saya baca secara rutin, apalagi ketika ramadhan. doa itu adalah permohonan agar bisa berangkat haji pada tahun ini, dan tahun-tahun berikutnya. setiap hari saya baca doa tersebut sehingga akhirnya sayapun dapat berangkat haji pada tahun 1994.
Tahun 1995, berbekal pengalaman yang saya miliki dan rejeki yang ada, saya berniat kembali untuk melaksanakan ibadah haji. dengan penuh optimistis saya minta izin kepada mudir sekolah saya. beliaupun mengijinkan saya lengkap dengan nasehat dan pesanan-pesanannya.
pada tahun ini, mungkin karena saya sudah sombong, saya sedikit berdoa dan sedikit belajar manasik. Allah rupanya ingin memberi pelajaran. tahun itu saya tidak dapat melaksanakan ibadah haji. ah, rupanya uang yang saya miliki tidak dapat mengantarkan saya ke tanah suci. kata guru saya, istitha'ah (kemampuan finansial) saja tidak cukup. diperlukan da'wah (undangan) dari yang punya rumah. itu rupanya.
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu