18 Mei 2007

Mau duduk di kursi

   

Mau duduk di kursi”



Anak saya yang ke
3 namanya Ali Akbar Behesyty (baca behesti aja). Nama Ali akbar
diambil dari anak Imam Husein yang ikut gugur di Padang Karbala.
Seorang pemuda yang baru menginjak usia akil baligh. Pengorbanan dan
perjuangannya menjadi inspirasi bagi para pemuda di Iran dan beberapa
tempat lainnya untuk menjadi seperti dia. Rasulullah saw pernah
berkata kepada Imam Husein, “Wahai cucuku, engkau akan menempati
sebuah tempat di surga, yang tidak akan pernah tercapai kecuali
dengan syahadah. Oleh karena itu anak saya diberi nama Ali Akbar.
Adapun behesyty artinya ahli surga dalam bahasa persia. Artinya saya
ingin anak saya juga ahli surga setinggi Ali Akbar anak Imam Husein.


Saat ini ali
berumur 3 tahun. Banyak hal yang telah diberikannya kepada kami orang
tuanya. Mulai dari kebahagiaan, hingga kekesalan. Satu hal yang dapat
dijadikan pelajaran dari seorang anak kecil adalah kebersahajaan dan
kejujuran, dan rasionalitas kanak-kanak.


Satu hari dia
membeli balon pesawat terbang. Sedang asyik-asyiknya bermain, saya
bertanya padanya, “Ali, kalo ali naik pesawat, mau duduk di
mana?” dia menjawab dengan ringkas “mau duduk di kursi” gubrag,
maksud pertanyaan saya sebenarnya adalah apa dia mau di depan atau di
belakang ? Di depan artinya menjadi pilot, di belakang artinya
menjadi penumpang. Biasanya juga anak-anak senang menjadi sesuatu,
sehingga rela berebut sesuatu yang tidak ada. Misalnya masalah tempat
duduk di mobil-mobilan. Anak saya pernah bertengkar dengan anak lain
karena berebut “tempat duduk” di mobil-mobilannya. Keduanya ingin
menjadi supir mobil-mobilannya. Lalu keduanya bertengkar dan
berkelahi. Walaaah gitu aja kok berkelahi.


Ungkapan ali itu
mengingatkan saya beberapa hal.


Pertama, kita
sering berpikir yang tidak-tidak, irasional dan ngawur. “mau duduk
di kursi” mengingatkan saya pada pentingnya berbicara dan berpikir
yang proporsional. Dia betul dengan jawabannya. Yang salah adalah
kerangka pikir saya. Karena di manapun kalau duduk ya.... di kursi
itu.


Kedua, Baginya
posisi tidaklah penting yang penting adalah kita menjalankan peran
kita dengan sungguh-sungguh dan amanah. Kita semua sudah duduk di
“kursi” masing masing. Ada yang duduk di kursi DPR, presiden,
mentri, pegawai, pembantu de es be. Yang penting adalah
menjalankan peran kita dengan baik. Bagi yang duduk di kursi
presiden, DPR, mentri harus menyadari bahwa setiap hari orang-orang
yang dipimpinya menanti dengan penuh harap agar nasib mereka bisa
berubah menjadi lebih baik. Mereka harus menyadari bahwa setiap saat
rakyat menyerahkan ribuan keranjang duka dan keluh kesah mereka.
Menjadi pejabat harusnya dapat memperkaya rakyat bukan memperkaya
diri sendiri.


Bagi yang duduk di
kursi rakyat, tentunya juga harus bisa membantu yang dipimpinnya.
Pada zaman pemerintahan Imam Ali as. ada seseorang yang mengkritik
pemerintahan Imam Ali yang dinilainya tidak sesukses khalifah
sebelumnya. Dia berkata “pemerintahanmu tidak sesukses pemerintahan
sebelummu mengapa?” Imam Ali menjawab “Abu Bakar, Umar dan Usman
memimpin orang-orang seperti aku, sedang Aku memimpin orang-orang
seperti kamu” Artinya jika pemimpinya sudah baik maka yang
dipimpinpun harus berusaha menjadi baik. Jangan hanya menuntut
pemimpin menjadi baik tapi kita tidak pernah berupaya untuk
memperbaiki diri.


Ketiga, hal itu
mengingatkan bahwa saya sedang duduk di kursi (ndak nyambung)


0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu

    Blogger news

    Blogroll

    About