08 Januari 2008

Kemerdekaan

Pada satu waktu bertemulah seorang pejabat Negara yang berpakaian indah dan menunggangi kuda yang bagus dengan seorang sufi yang berpakaian lusuh dan kumal. Dengan sombong dia mendekati sang sufi. Lalu setelah berbasa-basi sebentar si pejabat Negara berkata kepada si sufi yang kumal : “Kawan, jika engkau membutuhkan sesuatu jangan malu-malu untuk mendatangiku di istanaku. Mintalah apa saja yang kau butuhkan dan aku akan memenuhinya”. Si Sufi menjawab : “Bagaimana aku meminta sesuatu padamu, padahal engkau adalah budak dari budak-budakku”. Si Pejabat sombong tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu, lalu dia bertanya dengan sengit “Siapa budakmu yang menjadi rajaku?”, Hawa dan nafsu. Aku telah berhasil mengalahkannya dan keduanya menguasaimu”.

Kemerdekaan hakiki tidak akan mungkin dicapai kecuali jika manusia telah berhasil mengalahkan dua musuhnya yang paling besar, yaitu hawa dan nafsu. Oleh karena itu Ketika pulang dari perang Badar, Rasulullah mengingatkan para sahabatnya akan peperangan yang sangat besar “sahabat-sahabatku, kita baru saja kembali dari peperangan yang kecil menuju peperangan yang sangat besar” salah seorang sahabt bertanya “Ya Rasulullah, apa jihad akbar itu?”. Rasulullah menjawab “Jihad melawan hawa nafsu”. Itulah kemerdekaan hakiki, itulah kemerdekaan sejati. Selama manusia masih ditunggangi hawa dan nafsunya maka kemerdekaan sejati tidak akan pernah tercapai.

Oleh karena itu Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang merdeka kan selalu merdeka di tiap-tiap keadaan. Jika ditimpa kesusahan dia akan sabar, jika musibah menimpanya tidak akan melemahkan semangatnya, walaupun ditawan dan dipaksa sehingga sesuatu yang mudah menjadi susah, seperti Yusuf as yang tidak menghilangkan kemerdekaannya walaupun dia dijadikan budak, dipaksa dan ditawan”.

Kemerdekaan hakiki muncul dari hati yang merdeka. Jika bangsa kita ingin menjadi bangsa yang merdeka dan bermartabat, maka kita harus berusaha untuk memerdekaan hati kita dahulu dari ketergantungan pada kesenangan duniawi dan materi. Jika sudah demikian, ketika datang kekuatan asing menwarkan bantuannya, kita bisa menolaknya, seperti seorang sufi yang menolak kesombongan seorang pejabat.

0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu

    Blogger news

    Blogroll

    About