Citarum? Ya. ini Citarum (Dok. Geotrek Indonesia) |
Selepas
dari Tagog apu, jalan mulai berkelok-kelok. Untung saja tak terlalu padat
sehingga rombongan Ustad Jalal yang dipandu oleh voorijder tak terlalu kesulitan
membebaskan diri dari kendaraan lainnya. Di
pasar Rajamandala, rombongan berbelok ke kiri masuk ke gerbang menuju power
house saguling. Jalan masih berkelok kelok dengan tikungan tajam dan turunan yang
curam. Sangat berbahaya jika tak hati-hati. Sebuah pohon besar tumbang
menghalangi jalan. Untung sudah dipotong dan dipinggirkan.
Sebelum
sampai ke power house saya teringat seorang kawan yang dulu mengajar di pesantren
Al Bantari di bantaran Citarum. Menurutnya, di dekat jembatan baru itu ada
kuburan seorang pahlawan Pasundan sekaligus nasional. Kalau tak salah namanya
adalah Adipati Ukur. Entahlah, saya sendiri belum ke sana.
Jika
kita berhenti di power house Saguling, maka kita akan dapat melihat salah satu
tempat yang penting dalam legenda Sunda, Sang Hyang Tikoro. Sang Hyang Tikoro
adalah gua alami yang dulu dipercaya sebagai tempat bobolnya danau Bandungn
purba. Dalam legenda Sunda, tempat itu dipercaya sebagai kerongkongan dewata.
Sehingga itu pamali membuang rambut atau lidi. Jika anda membuang lidi, maka
akan masuk ke gua dan menyumbat aliran sungai Citarum dan jika itu terjadi,
Bandung akan menjadi danau kembali.
Sebetulnya
ajaran pamali itu mengajarkan kita agar berhati-hati menjaga sungai. Jangan sampai
dikotori oleh kotoran sebesar lidi atau gumpalan rambut sekalipun. Jika manusia
tidak lagi menjaga sungainya, yang terjadi adalah petaka.
Citarum
itu adalah sungai yang sangat vital, dari dulu hingga sekarang. Di Alirannya,
dibangun tiga bendungan besar yang memasok listrik Jawa dan Bali. Dalam
artikel saya berjudul sepotong keindahanCitarum saya pernah menuliskan, sungai Citarum mengalir dari hulunya di Gunung
wayang selatan kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara di laut jawa.
Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota. Citarum menyuplai air
untuk kebutuhan penghidupan 28 Juta masyarakat, Sungai yang merupakan sumber
air minum untuk masyarakat di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan
Bandung. Dengan panjang sekitar 269 km mengaliri areal irigasi untuk pertanian
seluas 420.000 hektar. Citarum merupakan sumber dari denyut nadi perekonomian
Indonesia sebesar 20% GDP (Gross Domestic Product) dengan hamparan industri
yang berada di sepanjang sungai Citarum.
Nah,
bagaimana perlakuan kita terhadap Citarum? Ironisnya
perlakuan masyarakat terhadap sungai yang banyak memberi manfaat tidaklah
sepadan. Sungai memberi kehidupan dan manfaat buat manusia, dan manusia
membuang sampah dan limbah ke dalamnya. sehingga terciptalah wajah Citarum yang
muram.
Pabrik-pabrik besar membuang limbah ke Ci Tarum tanpa
melewati proses terlebih dahulu sehingga sering ditemui air terjun warna-warni.
Warnanya sesuai dengan limbah yang dibuang langsung ke sungai. Bisa berwarna
hitam pekat. Nanti berubah menjadi merah. berubah lagi menjadi hijau. Tak hanya
berwarna, limbah itu berbau menyengat dan sangat beracun. Ingat 80 % warga
jakarta menjadikan air dari sungai citarum ini sebagai bahan baku air minum.
Citarum, seperti sungai-sungai di kota besar memang merana.
Namun jika anda bergeser sedikit ke arah hulu Citarum purba, anda akan
menemukan wajah nan asri dan bersih dari Citarum. Sebelum masuk ke aliran
Citarum Purba, anda bisa masuk ke gua Sang Hyang poek yang dipenuhi aura
mistik. Setelah itu anda akan berada di ujung gua dengan pelataran cukup luas
dengan aliran sungai Citarum yang bersih. Di situlah terdapat Citarum yang
elok. Saya pernah menulis keelokannya dalam blog.
Aliran Citarum Purba |
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu