Hamparan sawah di sekitar Bendungan Saguling |
Jangan
pernah beranggapan bahwa tempat yang sudah kamu tuju adalah ujung dunia, sebab
di belakang sana masih terhampar tempat yang belum kau kunjungi. Itu pelajaran
yang saya dapat dari berbagai kunjungan. Hal itu terbukti lagi ketika saya
mengikuti kampanye Ustad Jalal.
Sebagaimana
saya tulis sebelumnya, saya pikir di belakang bukit di sekitar power house
Saguling tidak terdapat perkampungan. Ternyata salah karena di sana akan banyak
ditemukan perkampungan yang cukup padat.
Setelah
melewati power house Saguling kami bertemu lagi dengan tanjakan berkelok-kelok.
Banyak keindahan yang tak bisa diabadikan dengan baik karena saya hanya
berbekal BB yang lumayan lemot untuk mengambil pemandangan indah selama
perjalanan. Sebetulnya kamera poket –yang juga sudah minta diganti- sudah dicharge
semalaman. Sayangnya saya lupa memasukan kartu memorinya sehingga BB menjadi
andalan selama perjalanan.
Beberapa
menit melewati powerhouse kami melihat sebuah air terjun kecil yang cantik. Ada
banyak warung di sekitarnya dengan motor dan mobil yang berjajar cukup banyak. Saya
yakin tempat itu sering juga dikunjungi.
Sayang saya tak bisa mengambil fotonya karena kamera bawaan BB sangat
lambat. Karena keterbatasan kamera itu pula saya gagal mengambil gambar yang
sangat indah dari pemandangan lembah aliran sungai Citarum. Sangat indah dan
itulah senyum Tuhan yang sangat elok.
Senyum Tuhan itu... (http://apdri.wordpress.com) |
Jalan
masih berkelok hingga sampai ke kampung bernama Babakan Kersen. Rombongan Ustad
Jalal berhenti beberapa menit di warung itu. Saya lihat banyak buah manggis.
Sepertinya memang baru dipetik. Ibu penunggu warung menyebut bahwa itu baru
panen sehari sebelumnya.
Seorang
bapak tua menghentikan pekerjaan menyiangi kebunnya. Dia mendatangi rombongan
kami sambil berkata, “Poko na mah jokowi kedah jadi presiden. Jelema bageur
kudu didukung sangkan nagara jadi bener” (pokoknya jokowi harus jadi
presiden. Orang baik harus didukung agar negara ini menjadi benar). Bapak tua
itu kemudian diantar bertemu dengan Ustad Jalal. Kepadanya Ustad Jalal pun
memohon doa agar sukses dalam pemilu ini. “Insyaallah didoakeun ku Aki”
kata bapak tua itu. Semoga kita bisa melihat senyum Tuhan ketika Ustad Jalalmemperjuangkan nasib rakyat di DPR-RI.
Sebelum
masuk ke daerah pegunungan batu kapur, saya melihat beberapa istalasi cukup
aneh. Dua tembok besar berbentuk lingkaran dengan tulisan “tempat pendatar air”.
Konon air yang mau dialirkan ke pipa pesat harus ditampung dan ditenangkan
sehingga seluruh pipa pesat yang sangat besar itu semuanya terpenuhi air dan
tidak ada gelembung udara yang masuk bersamanya. Kegunaan tempat penampungan
itu sendiri karena debit air yang masuk ke Citarum sudah berkurang sangat
banyak sehingga harus ditampung hingga penuh. Saya pernah posting dua kondisi
bantara Citarum yang kontras. Satu Citarum yang dipenuhi air yang ngagulidag dan
satu lagi Citarum yang kering kerontang.
Selanjutnya,
pemandangan indah bukit-bukit batu kapur menghiasi perjalanan kami hingga desa
Cipongkor. Pemandangan yang indah dan menarik akan lebih mantap jika saja
dibarengi dengan jalanan yang bagus. Banyak tempat indah susah didatangi karena
jalanan sangat jelek.
Saya
ingat perjalanan saya ke Citambur, sebuah curug di dekat perbatasan Kab.
Bandung Barat dan Cianjur. Jalan di wilayah Cianjur jalannya sudah bagus dan
mulus. Namun ketika masuk wilayah KBB, jalannya ancuuuur. Jika saja jalannya
bagus, masyarakat Cianjur selatan bisa lebih dekat ke Bandung lewat jalur itu.
Salah
satu yang juga menarik perhatian saya selama perjalanan dari power house ke
Cipongkor adalah banyaknya lokasi longsor. Saya lupa menghitung berapa titik
longsornya, yang jelas lebih dari 10 titik lah. Pernah dikabarkan juga pada
bulan agustus 2013, longsor meminta 3 korban jiwa di desa Sindang Jaya Gunung
Halu.
Setelah
dari lapangan Bropid Cipongkor perjalanan didominasi pemandangan indah danau
hasil bendungan Saguling dan daerah pesawahan yang sangat indah. Sayangnya di
beberapa titik tebaran sampah mencoreng senyum Tuhan itu.
Seharian mengelilingi danau
Saguling, kembali mengigatkan bahwa negeri ini sangat kaya. Banyak potensi
belum tergarap maksimal. Banyak senyum tuhan yang kita perlakukan secara
sembangarang. Negeri ini memang kaya. Ah… saya jadi teringat puisi Gus Mus
tentang negeri ini…
mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu dan jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya didunia
dan burung-burung indah piaraan
mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku
mana ada negeri sekaya negeriku?
majikan-majikan bangsaku
memiliki buruh-buruh mancanegara
brankas-brankas ternama di mana-mana
menyimpan harta-hartaku
negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia
mana ada negeri semakmur negeriku
penganggur-penganggur diberi perumahan
gaji dan pensiun setiap bulan
rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
rampok-rampok dibri rekomendasi
dengan kop sakti instansi
maling-maling diberi konsesi
tikus dan kucing
dengan asyik berkolusi
Kepada
Ustad Jalal saya ingin menitipkan asa. Ustad, Kepadamu kutitipkan kegetiran
nasib bangsa ini, semoga engkau bisa memperbaikinya.
Longsoran di banyak titik |
Lorong Inpeksi |
Bendungan Pendatar |
Gunung Batu |
Jalaluddin Rakhmat Untuk DPR-RI |
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu