04 April 2014

Pemilu (6) : Senyum Tuhan yang ingin kutitipkan

Hamparan sawah di sekitar Bendungan Saguling
Jangan pernah beranggapan bahwa tempat yang sudah kamu tuju adalah ujung dunia, sebab di belakang sana masih terhampar tempat yang belum kau kunjungi. Itu pelajaran yang saya dapat dari berbagai kunjungan. Hal itu terbukti lagi ketika saya mengikuti kampanye Ustad Jalal.

Sebagaimana saya tulis sebelumnya, saya pikir di belakang bukit di sekitar power house Saguling tidak terdapat perkampungan. Ternyata salah karena di sana akan banyak ditemukan perkampungan yang cukup padat.

Setelah melewati power house Saguling kami bertemu lagi dengan tanjakan berkelok-kelok. Banyak keindahan yang tak bisa diabadikan dengan baik karena saya hanya berbekal BB yang lumayan lemot untuk mengambil pemandangan indah selama perjalanan. Sebetulnya kamera poket –yang juga sudah minta diganti- sudah dicharge semalaman. Sayangnya saya lupa memasukan kartu memorinya sehingga BB menjadi andalan selama perjalanan.

Beberapa menit melewati powerhouse kami melihat sebuah air terjun kecil yang cantik. Ada banyak warung di sekitarnya dengan motor dan mobil yang berjajar cukup banyak. Saya yakin tempat itu sering juga dikunjungi.  Sayang saya tak bisa mengambil fotonya karena kamera bawaan BB sangat lambat. Karena keterbatasan kamera itu pula saya gagal mengambil gambar yang sangat indah dari pemandangan lembah aliran sungai Citarum. Sangat indah dan itulah senyum Tuhan yang sangat elok.

Senyum Tuhan itu... (http://apdri.wordpress.com)
Jalan masih berkelok hingga sampai ke kampung bernama Babakan Kersen. Rombongan Ustad Jalal berhenti beberapa menit di warung itu. Saya lihat banyak buah manggis. Sepertinya memang baru dipetik. Ibu penunggu warung menyebut bahwa itu baru panen sehari sebelumnya.

Seorang bapak tua menghentikan pekerjaan menyiangi kebunnya. Dia mendatangi rombongan kami sambil berkata, “Poko na mah jokowi kedah jadi presiden. Jelema bageur kudu didukung sangkan nagara jadi bener” (pokoknya jokowi harus jadi presiden. Orang baik harus didukung agar negara ini menjadi benar). Bapak tua itu kemudian diantar bertemu dengan Ustad Jalal. Kepadanya Ustad Jalal pun memohon doa agar sukses dalam pemilu ini. “Insyaallah didoakeun ku Aki” kata bapak tua itu. Semoga kita bisa melihat senyum Tuhan ketika Ustad Jalalmemperjuangkan nasib rakyat di DPR-RI.

Sebelum masuk ke daerah pegunungan batu kapur, saya melihat beberapa istalasi cukup aneh. Dua tembok besar berbentuk lingkaran dengan tulisan “tempat pendatar air”. Konon air yang mau dialirkan ke pipa pesat harus ditampung dan ditenangkan sehingga seluruh pipa pesat yang sangat besar itu semuanya terpenuhi air dan tidak ada gelembung udara yang masuk bersamanya. Kegunaan tempat penampungan itu sendiri karena debit air yang masuk ke Citarum sudah berkurang sangat banyak sehingga harus ditampung hingga penuh. Saya pernah posting dua kondisi bantara Citarum yang kontras. Satu Citarum yang dipenuhi air yang ngagulidag dan satu lagi Citarum yang kering kerontang.

Selanjutnya, pemandangan indah bukit-bukit batu kapur menghiasi perjalanan kami hingga desa Cipongkor. Pemandangan yang indah dan menarik akan lebih mantap jika saja dibarengi dengan jalanan yang bagus. Banyak tempat indah susah didatangi karena jalanan sangat jelek.

Saya ingat perjalanan saya ke Citambur, sebuah curug di dekat perbatasan Kab. Bandung Barat dan Cianjur. Jalan di wilayah Cianjur jalannya sudah bagus dan mulus. Namun ketika masuk wilayah KBB, jalannya ancuuuur. Jika saja jalannya bagus, masyarakat Cianjur selatan bisa lebih dekat ke Bandung lewat jalur itu.

Salah satu yang juga menarik perhatian saya selama perjalanan dari power house ke Cipongkor adalah banyaknya lokasi longsor. Saya lupa menghitung berapa titik longsornya, yang jelas lebih dari 10 titik lah. Pernah dikabarkan juga pada bulan agustus 2013, longsor meminta 3 korban jiwa di desa Sindang Jaya Gunung Halu.

Setelah dari lapangan Bropid Cipongkor perjalanan didominasi pemandangan indah danau hasil bendungan Saguling dan daerah pesawahan yang sangat indah. Sayangnya di beberapa titik tebaran sampah mencoreng senyum Tuhan itu.

Seharian mengelilingi danau Saguling, kembali mengigatkan bahwa negeri ini sangat kaya. Banyak potensi belum tergarap maksimal. Banyak senyum tuhan yang kita perlakukan secara sembangarang. Negeri ini memang kaya. Ah… saya jadi teringat puisi Gus Mus tentang negeri ini…

mana ada negeri sesubur negeriku?

sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu dan jagung

tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya didunia

dan burung-burung indah piaraan mereka

berasal dari hutanku

ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku

mana ada negeri sekaya negeriku?

majikan-majikan bangsaku

memiliki buruh-buruh mancanegara
brankas-brankas ternama di mana-mana
menyimpan harta-hartaku
negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia

mana ada negeri semakmur negeriku

penganggur-penganggur diberi perumahan

gaji dan pensiun setiap bulan
rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
rampok-rampok dibri rekomendasi
dengan kop sakti instansi
maling-maling diberi konsesi
tikus dan kucing
dengan asyik berkolusi



Kepada Ustad Jalal saya ingin menitipkan asa. Ustad, Kepadamu kutitipkan kegetiran nasib bangsa ini, semoga engkau bisa memperbaikinya.
Dua wajah citarum

Longsoran di banyak titik

Lorong Inpeksi

Bendungan Pendatar

Gunung Batu

Jalaluddin Rakhmat Untuk DPR-RI

0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu

    Blogger news

    Blogroll

    About