berbicara tentang perubahan itu, saya juga ingin mendengar cerita dari alumni yang lain atau yang tahu permasalahan perubahan SKM, terima kasih)
Isak tangis dan canda tawa mewarnai perjuangan kami. Tapi hal itulah yang merupakan bumbu perjuangan kami, yang membuat perjuangan ini menjadi manis, pahit, asam bahkan kecut sekalipun. Dan tentunya perjuangan itu menjadi amat indah dan berkesan. Yahh, pada hakekatnya, meleburnya PPMMM ke IRM tidak mengubah jati diri kami, amien. Al-qur’an dan Sunnah Rosul masih menjadi pedoman, AD/ART Muhammadiyah tentunya menjadi pijakan langkah perjuangan kami. Namun sekali lagi kami nyatakan, bahwa kondisi dunia luar cukup memberikan pengaruh yang significant terhadap jalan pikiran dan arah perjuangan IRM Mu’allimaat.
Wal akhirah.. Hhhhh... nafas lega dapat kami rasakan ketika Peresmian dan Pelantikan Pimpinan Ranting IRM Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah. Sayangnya, nafas lega itu harus didahului dengan tetesan air mata, dan saat itu kami tidak menafikan bahwa sesungguhnya kami masih amat cinta kepada PPMMM. Dan cinta itu memang tidak harus memiliki, berkorban untuk sesuatu yang dicintai itulah makna cinta yang hakiki. Apa kata anggota Muhammadiyah tentang Mu’allimaat, sekolah kader yang dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, jika ortomnya pun tidak mempunyai jalur struktural ke organisasi Muhammdiyah. Dan alasan itulah yang membuat kami tidak mau menghinakan nama Madrasah Mu’allimaat dan mengkhianati Muhammadiyah Dan walaupun nafas lega telah tersembur dari paru-paru sehingga kami dapat bernafas dengan lancar, sepertinya penyakit asma kami mulai kumat lagi. Nafas tidak lancar karena memikirkan kondisi Muhammadiyah saat ini yang cukup memprihatinkan, dan itulah tantangan yang harus kami hadapi saat ini. Kewajiban kitalah, semua anggota Muhammadiyah, untuk mencari dokter yang dapat menyembuhkan penyakit Muhammadiyah, sebelum menjadi kritis atau bahkan sakaratul maut... na’udzubillahi min dzalik.
Wa a’udzubillahi an akuuna minal munaafiqiin. Kami tidak mau jadi orang munafik yang hanya bisa bicara tanpa bisa melakukannya (kabura maqtan ‘indallahi an taquulu ma laa taf’aluun). Dan sepertinya hal itu sulit sekali untuk dilakukan, karena kebanyakan orang Islam lebih pintar berbicara daripada bekerja dan mendengar, hehe.. n may be we are too.
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu