pertanyaan itu baru saya pikir-pikir. hendak pergi ke mana ya saya hari ini? entahlah setiap hari saya menjalankan kebiasaan yang memang agak rutin dijalankan. pagi udah bangun, kalau waktu kuliah, sudah siap pergi ke kampus, mengejar waktu agar tak terlambat (tapi terlambat juga). setelah kuliah, pulang lagi, ngantor, surfing. pendeknya seperti itulah kegiatannya.
ketika berangkat ke kampus di pagi hari yang sudah pengap karena knalpot mobil dan motor, dari arah barat berjubel ratusan mobil dan motor memasuki kota. dari arah baratpun sama. berlomba dengan nasib, mengejar harapan. anak sekolah pergi ke sekolah. ibu-ibu tua berjubel di pasar. angkot berseliweran dan berhenti semau gue. ndak lihat kalau di belakang ada motor atau mobil yang sedang terburu-buru. apa yang mereka cari? hendak pergi ke mana sekian banyak makhluk (termasuk saya)?
Allahkupun bertanya kepadaku. "Hendak ke mana engkau akan pergi" (at takwir : 29). Dia mengerti betul apa yang saya cari. seakan menegaskan saja, Dia mempertanyakan tujuanku.
mau pergi ke mana ya?
saya ingat cerita seorang sufi tentang seekor keledai yang diikat pada penggilingan tepung. agar dia mau bergerak maka diletakanlah makanan yang diikatkan ke tubuhnya. keledai itu akan melihat ada makanan di depannya dan dia akan berlari mengejar makanan di depannya. tentu saja makanan itu tidak akan pernah didapatnya hingga si pemilik merasa kasihan dan memberikan makanan tersebut.
Keledai tersebut terus bergerak dan berlari, entah berapa kilometer dia tempuh. tapi sebetulnya dia tidak bergerak ke mana-mana. hanya berputar-putar di situ saja. tidak lebih.
kayaknya saya tidak pernah beranjak dari tempat saya.
setiap hari saya menjalankan rutinitas. setiap bulan saya mendapat gaji dari hasil kerja saya "memutar roda penggilingan gandum" tuan saya. setelah itu saya kembali berlari (di tempat) mengejar makanan.
12 Juni 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
matakna tong hoyong siga keledai
BalasHapuswakakakak
BalasHapusterima kasih...
BalasHapus