Oleh : Fajr Muchtar
“Jangan Meninggalkan Apapun kecuali jejak. Jangan mengambil apapun kecuali kenangan. Jangan memetik apapun kecuali hikmah dari Setiap Perjalanan” (anonim)
Saya termasuk penyuka sejarah, tapi parah dalam menghapal tahun-tahun. Buku serius pertama yang saya baca sampai habis adalah biografi Syafruddin Prawiranegara. Saat membacanya, saya terhanyut dalam peristiwa-peristiwa yang dialami Syafrudin. Untung sekali pada waktu SMP guru saya bisa memelihara kesukaan saya pada sejarah. Setelah beliau tak mengajar sejarah lagi, pelajaran sejarah menjadi membosankan. Apalagi zaman PSPB (Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa) harus diajarkan. Uuuh, enek banget mempelajarinya.
Setelah lulus SMA akhirnya bisa sedikit bebas dari pelajaran sejarah yang tak dapat dirasakan ’sensasinya’. Sensasi yang dimaksud adalah rasa keterlibatan dalam kejadian dan penyelaman pada peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Setelah sekian lama, saya menemukan kegiatan yang dinamakan Jajal Geotrek tak lama setelah membaca buku Wisata Bumi Cekungan Bandung (WBCB). Buku itu sendiri berhasil memikat saya karena format yang ditawarkan berbeda dengan buku-buku sejarah atau geografi. Buku itu berhasil melibatkan. Pertama, karena buku itu bercerita tentang Bandung, kota yang sarat dengan informasi dan juga sarat masalah dan juga kota kelahiran saya. Kedua : Saat itu saya sedang mencari format pembelajaran sejarah untuk anak-anak SMA. Saya berpikir jangan sampai murid-murid mempelajari sejarah tanpa greget, belajar sejarah tapi tak menjiwainya. ketiga, dari sisi format, layout dan grafiknya, buku itu sangat menarik.
Dari segi penamaan, belajar a la geotrek ini bisa dikategorikan pada
model pembelajaran karya wisata. Metode karya wisata adalah suatu
pengajaran di lakukan dengan jalan mengajak anak-anak keluar kelas
untuk dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya
dengan bahan pelajaran. Jajal Geotrek dimaksudkan untuk menjelajahi
spot-spot yang tertulis di buku WBCB. Jajal Geotrek kemudian berkembang
dengan beberapa varian dan penyelenggara. Dari wilayah yang dijelajahi,
Geotrek ini kemudian tidak hanya menjelajahi dan mempelajari yang ada di
buku WBCB.
Keunikan yang saya rasakan adalah keberhasilannya mendekatkan diri pada permasalahan sejarah yang ada di tempat jelajah secara lengkap karena jajal geotrek ini biasanya dipandu oleh para pakar di bidang masing-masing. yang sering adalah dari bidang sejarah dan geologi. Semua hal yang terkait dengan peristiwa terntentu dijelaskan secara gamblang di tempat kejadian itu terjadi. Contohnya, ketika menjelaskan tentang mitos bobolnya bendungan Bandung purba, dijelaskan di tempat terjadinya peristiwa tersebut. Dengan demikian peserta geotrek dapat memahami aspek-aspek ilmiah dan mitosnya. Dalam jajal geotrek seperti ini, walaupun nara sumber sering menyebut angka, tapi bukan itu yang menjadi perhatian namun. Yang penting peserta memahami dan mau merenungi alam sekitarnya dengan bijak. Dan itu lah yang kemudian berhasil menumbuhkan kembali kecintaan pada sejarah.
Setelah mengikuti geotrek Ci Tarum dan Gunung Padang, saya kemudian mengajak siswa-siswa SMA Babussalam melakukan geotrek yang saya beri tema Diajar Di Ci Tarum yang diikuti dengan antusias oleh para siswa. Walau capek, sampai saat ini anak-anak yang pernah belajar di Ci Tarum selalu mengajak untuk belajar lagi di tempat seperti itu. Itulah antusiasme yang akan menjadi modal utama dalam belajar dan menghargai alam dan bumi yang dipijaknya.
“Memandang alam dengan pengertian jauh lebih berarti dan menyukakan hati daripada hanya menyaksikan keelokanya” (Albert Heim, 1878)
“Jangan Meninggalkan Apapun kecuali jejak. Jangan mengambil apapun kecuali kenangan. Jangan memetik apapun kecuali hikmah dari Setiap Perjalanan” (anonim)
Saya termasuk penyuka sejarah, tapi parah dalam menghapal tahun-tahun. Buku serius pertama yang saya baca sampai habis adalah biografi Syafruddin Prawiranegara. Saat membacanya, saya terhanyut dalam peristiwa-peristiwa yang dialami Syafrudin. Untung sekali pada waktu SMP guru saya bisa memelihara kesukaan saya pada sejarah. Setelah beliau tak mengajar sejarah lagi, pelajaran sejarah menjadi membosankan. Apalagi zaman PSPB (Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa) harus diajarkan. Uuuh, enek banget mempelajarinya.
Setelah lulus SMA akhirnya bisa sedikit bebas dari pelajaran sejarah yang tak dapat dirasakan ’sensasinya’. Sensasi yang dimaksud adalah rasa keterlibatan dalam kejadian dan penyelaman pada peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Setelah sekian lama, saya menemukan kegiatan yang dinamakan Jajal Geotrek tak lama setelah membaca buku Wisata Bumi Cekungan Bandung (WBCB). Buku itu sendiri berhasil memikat saya karena format yang ditawarkan berbeda dengan buku-buku sejarah atau geografi. Buku itu berhasil melibatkan. Pertama, karena buku itu bercerita tentang Bandung, kota yang sarat dengan informasi dan juga sarat masalah dan juga kota kelahiran saya. Kedua : Saat itu saya sedang mencari format pembelajaran sejarah untuk anak-anak SMA. Saya berpikir jangan sampai murid-murid mempelajari sejarah tanpa greget, belajar sejarah tapi tak menjiwainya. ketiga, dari sisi format, layout dan grafiknya, buku itu sangat menarik.
Keunikan yang saya rasakan adalah keberhasilannya mendekatkan diri pada permasalahan sejarah yang ada di tempat jelajah secara lengkap karena jajal geotrek ini biasanya dipandu oleh para pakar di bidang masing-masing. yang sering adalah dari bidang sejarah dan geologi. Semua hal yang terkait dengan peristiwa terntentu dijelaskan secara gamblang di tempat kejadian itu terjadi. Contohnya, ketika menjelaskan tentang mitos bobolnya bendungan Bandung purba, dijelaskan di tempat terjadinya peristiwa tersebut. Dengan demikian peserta geotrek dapat memahami aspek-aspek ilmiah dan mitosnya. Dalam jajal geotrek seperti ini, walaupun nara sumber sering menyebut angka, tapi bukan itu yang menjadi perhatian namun. Yang penting peserta memahami dan mau merenungi alam sekitarnya dengan bijak. Dan itu lah yang kemudian berhasil menumbuhkan kembali kecintaan pada sejarah.
Setelah mengikuti geotrek Ci Tarum dan Gunung Padang, saya kemudian mengajak siswa-siswa SMA Babussalam melakukan geotrek yang saya beri tema Diajar Di Ci Tarum yang diikuti dengan antusias oleh para siswa. Walau capek, sampai saat ini anak-anak yang pernah belajar di Ci Tarum selalu mengajak untuk belajar lagi di tempat seperti itu. Itulah antusiasme yang akan menjadi modal utama dalam belajar dan menghargai alam dan bumi yang dipijaknya.
“Memandang alam dengan pengertian jauh lebih berarti dan menyukakan hati daripada hanya menyaksikan keelokanya” (Albert Heim, 1878)
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu