Dari-Mu air surut ini berasal dan dariku mengalir; Selanjutnya, O Yang Maha Agung, lautanku tenang.
Kini, dari sumber yang sama darimana kesengsaraan ini Engkau datangkan kepadaku, kirimkanlah pula kesenagan nan penuh kasih-sayang!
O Engkau yang penderitaannya membuat pria lemah bak wanita, tunjukkanlah kepadaku jalan yang satu itu, jangan biarkan aku tersesat mengikuti sepuluh jalan!
Aku seperti seekor unta yang letih: pelana kemauan-bebas telah membuat punggungku terasa memar
Dilantak berat keranjang-keranjang yang sebentar merosot ke sisi sini sebentar ke sisi sana.
Biarkan beban yang tak seimbang ini lepas, supaya aku dapat memamah rerumputan di Padang Rahmat-Mu.
Bagai sebutir debu di udara, ratusan ribu tahun aku melayang tak tentu arah tanpa mauku.
Jika aku telah melupakan waktu dan keadaan itu, perpindahan dalam tidur ’kan mengingatkan aku lagi pada kenangan.
Pada malam hari aku ’kan melarikan diri dari palang cabang empat ini menuju padang penggembalaan ruh.
Dari tidur sang perawat, kuhisap susu hari-hari laluku, O Tuan.
Seluruh makhluk melarikan diri dari kemauan-bebas dan keberadaan-diri mereka menuju ke diri mereka yang tak sadar.
Di atas diri sendiri mereka letakkan anggur kehinaan dan nyanyian supaya dapat bebas sesaat dari kesadaran diri mereka
Semua tahu, keberadaan adalah sebuah perangkap, sedangkan keinginan dan pikiran serta kenangan itu neraka.
25 September 2011
BELENGGU KEBERADAAN (Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. VI, 210)
Posted on 18.18 by hebitren
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu