07 Desember 2012

Menghadirkan Tuhan lewat Life of Pi



Setelah jumatan, saya segera mencari jadwal bioskop yang memutar film Life of Pi. Temanku sangat merekomendasikan film ini. sebelum menonton saya sempat membaca beberapa resensi film ini. Seperti temanku, para resensor juga sangat merekomendasi film ini sebagai film menghibur dan film keluarga -dan memang seperti itu. kecuali beberapa tema berat seperti masalah spiritualitas dan memilih keyakinan.
Disebut jadi film keluarga, karena anak-anak yang menonton bisa tertawa dan menjerit ketika menontonnya. saya tak tahu apakah anak-anak SD itu juga paham juga tentang konflik batin Pi ketika bertanya tentang keyakinan. Tentang dewa-dewa Hindu, tentang Kristus dan tentang Islam. “Agama tak boleh dibangun dengan keraguan, dia harus diuji sehingga memberikan keyakinan” kata Pi kepada temannya. Pi terbang dari Dewa-dewa Hindu ke kasih nan lembut kristus, kemudian juga tertarik pada kepasrahan Islam. Ya, Pi memeluk tiga agama sekaligus ! Hindu, Kristen dan Islam.
Life of Pi bercerita mengenai seorang Piscine Molitor Patel atau yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Pi (Suraj Sharma) yang berasal dari India, anak pemilik kebun binatang. Namanya diambil dari sebuah kolam renang di Pondichery. Namanya yang unik juga sering mendapat olok-olokan teman-temannya. Si Urine kata teman-temannya, merujuk pada namanya yang dipelesetkan menjadi ‘pissing”. 
Untuk mendapat kehidupan yang lebih baik, keluarganya memutuskan untuk melakukan migrasi ke Kanada dengan membawa seluruh hewan yang ada di kebun binatang mereka untuk kemudian dijual disana. Sayang, perjalanan yang dilakukan Pi dan keluarganya dengan menggunakan sebuah kapal kargo yang berakhir tragis setelah kapal tersebut karam dihantam badai dan kemudian hanya menyisakan Pi bersama dengan seekor hyena, orang utan, zebra serta seekor harimau Benggala bernama Richard Parker yang menyelamatkan diri mereka dengan menggunakan sebuah perahu penyelamat. Pi pun akhirnya memulai perjalanannya selama 227 hari terapung di lautan luas dan berusaha mempertahankan hidupnya dari bahaya yang selalu mengintainya setiap saat.
Kehidupan selama 277 hari di samudra Pasifik itulah yang kemudian menjadi titik sentral dalam film yang kemudian mengantarkan pada kesadaran pada Tuhan yang semakin dalam dan sekaligus hangat bagi PI. selain harus bertahan hidup dalam kondisi yang sangat sulit, dia juga harus menaklukan Richard Parker. Kondisi ini kemudian menjerat Pi pada keadaan pasrah. pada saat itulah Pi bisa melihat keagungan Tuhan. "bahkan Tuhan tersenyum dalam kemarahannya".

Saya jadi teringat sebuah ayat Al Quran, "Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)". Al Ankabut : 65. Ah Tuhan menyentilku.Tuhan sering kali dihadirkan hanya ketika kita dalam kondisi kepepet.

Tema keyakinan seperti ini tak mudah diramu dalam film hiburan. untuk film keluarga lagi!!! Film ini sepertinya memang bukan untuk menjawab tema besar seperti itu. film ini mungkin hanya ingin menyentil cara beragama kita saat ini. “agama itu sumber bencana” kata Bapaknya Pi yang cenderung Atheis. Bisa jadi dia benar. karena sekarang banyak sekali perang dan penindasan atas nama agama.

Satu hal lain yang menyentuh adalah ketika Pi mengatakan "Yang sangat membuat menyesal adalah, ketika kita tidak bisa mengucapkan terimakasih kepada orang yang sangat berarti bagi kita...." saat mengucapkan itu, Pi teringat akan ayahnya, yang walaupun keras dan tegas, telah memberinya pengalaman luar biasa. dia teringat kehangatan ibunya, dan juga teringat saudaranya Ravi. dari mereka semua Pi mendapatkan hal yang sangat berharga. Dan mereka telah tiada, padahal Pi belum sempat mengucapkan kata terima kasih. Ah tersentil kembali, ternyata saya juga jarang mengucapkan terima kasih untuk orang-orang yang berjasa.

akhirnya pertanyaan itulah yang tersisa bagi saya setelah terhibur dengan gambar-gambar menakjubkan dari pengalaman Pi.

Film yang dibesut olehsutradara sekelas Ang Lee, sutradara pertama dari Asia yang meraih dua piala Oscar dari Academy Award ini menjadi sangat menarik ketika ditonton dalam format 3D.

3 komentar:

  1. Baca resensi ini juga saya jadi ingin cari bioskop< kang... ;)

    BalasHapus
  2. muhun teh... kedah nonton sareng keluarga...

    BalasHapus
  3. Tuhan Kau seperti tidak peduli tapi ternyata Ia menjagaku, Kupasrahkan hidupku padaMu, Terimakasih Kau telah memberiku hidup

    BalasHapus

terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu

    Blogger news

    Blogroll

    About