PDI Syariah |
Sesampainya
di lapangan Bropid Cipongkor, sudah datang beberapa kandidat caleg dari PDI-P. Ustad
Jalal langsung bergabung dengan para caleg itu dan langsung melakukan
bincang-bincang. Saya lebih memilih
melihat-lihat suasana lokasi ketimbang kumpul dengan para caleg.
Setelah
beberapa lama, saya lihat Ustad Jalal duduk di tempat teduh, masih dengan
beberapa calon. Hari itu memang cukup panas. Saya mendekat posisi ustad dan
duduk agak di belakangnya. Kebetulan tempat itu memang sejuk. Obrolan masih
tentang pemilu.
Tak berapa
lama, Pak TB Hasanuddin, Wakil Ketua Badan
Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga
masih sebagai anggota DPR-RI, mendekati posisi Ustad Jalal. Sambil mendekat dia
berkata, “Ayeuna mah PDI-P oge boga kiyai” (sekarang, PDI-P juga punya
kiyai) sambil mengusap-usap punggung Ustad Jalal. “Kalau biasanya saya menyebut
massa PDIP dengan kader saja, sekarang mah bisa ditambah dengan sebutan
jamaah PDI-P” selorohnya yang disambut senyum dan tepuk tangan dari orang-orang
sekitarnya. Saya pun ikut tepuk tangan dan tertawa.
Memang kehadiran Ustad Jalal di partai ini memberi warna yang
lain, putih pada merah. Pro rakyat sekaligus religius. Bahkan beberapa teman
menyebutnya sebagai PDI Syariah. Sebuah PDI genre baru kali ya.
Dalam orasinya TB. Hasanuddin menyebutkan bahwa PDI-P adalah
partai terbuka untuk semua warga Indonesia, apapun agamanya. PDI-P adalah rumah
yang ramah buat semua orang. Keterbukaan itulah yang menjadi salah satu alasan
Ustad Jalal memilih PDI-P seperti yang pernah saya tulis di artikel 14 alasanUstad Jalal harus masuk parlemen.
Seorang
kawan memberi komentar di FB saya, tuh kan mulai memperlihatkan jati diri. Siap-siap
terikat oleh sistem dan tunduk terhadap kebijakan partai. Nah bagaimana kalau sudah
begitu? Saya menjawab, kami berharap dan berdoa agar ustad Jalal dapat
memberikan warna pada PDI-P dan juga bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu