Batam, Sudah beberapa kali rencana untuk ke sana namun belum terlaksana hingga saya mengikuti kuis yang diadakan sebuah bank swasta yang saya jawab tanpa saya pikirkan lagi. Bahkan saya lupa pernah ikutan kuisnya.
Setelah
sekian bulan, sebuah email mengabarkan bahwa saya termasuk yang menang
dalam kuis itu. Agak ragu saya untuk mengkonfirmasi karena badan belum
fit betul sehabis perjalanan Jogja, Gunung Kidul hingga Jombang. Batuk
dan demam mendera saya.
Karena
belum pernah ke Batam, apalagi ini seluruh akomodasi dibiayai plus uang
sakunya. Enak kan. Saya menguatkan tekad dan mengkonfirmasi ke Mbak
Stella yang kemudian dilanjutkan oleh Mas Tupon Setiawan. Ternyata cukup
banyak formulir dan data yang diminta, untuk tiket, asuransi hingga
untuk piagam. Data saya berikan karena semuanya untuk keperluan dan
kelancaran perjalanan.
Tanggal
7 saya menuju Bandara Husein Sastranegara. Di sana saya mencari Lutfi
Yusup yang juga menjadi volunteer dari Bandung. Seperti biasanya,
pesawat dengan logo singa itu terlambat satu jam. Keterlambatan yang
akhirnya mengkrabkan kami.
Perjalanan
1.30 jam cukup untuk membuat perut keroncongan. Untungnya Mas Tupon
yang sudah menunggu bersama Nur Fatma dari Palangkaraya menawari makan
yang tentu saja tak di sia-siakan.
Perjalanan
dari Bandara ke Hotel ternyata cukup memakan waktu, kira-kira 45
menitan. Rasa lapar terus mendera-dera hingga sampai ke Hotel. Setelah
cek in segera saya dan Lutfi mencari tempat makan. Ah, rumah makan
Padang jadi pilihan pertama. Sambil menunggu Nur Fatma, saya memakan
habis ayam pop yang ternyata tak lebih enak dari ayam pop rumah makan
Fajar langganan saya di Bandung. Saya puji rumah makan Fajar bukan
karena namanya lho. Suer.
Hingga
makanan habis, Nur belum juga keluar. Hingga beberapa saat kami
menunggu dan telepon berbunyi dari Nur. Dia sudah ada di loby dan tidak
makan karena masih kenyang makan siang tadi. Karena
Karena masih ada waktu, Nur mengajak jalan-jalan ke Nagoya, pusat
perbelanjaan di Batam. Mitosnya, Batam terkenal murah barang
elektroniknya. Karena kami semua baru pertama kali ke Batam, terpaksa
bertanya ke satpam hotel. Diapun menunjukan jalan. Jalan teruuus sekitar
200 meter ke arah lampu merah. Belok kiri dan nanti akan ketemu Hotel
Nagoya. di belakang hotel itulah Nagoya Hills, pusat perbelanjaan
terkenal di Batam.
Pintu
barat menjadi saksi kami telah tiba di Nagoya Hills. Saya berharap
mendapatkan barang elektronik yang murahnya menggoda iman seperti
diiklankan di FB. ternyata sama saja harganya dengan di Bandung.
Hanya
Nur yang beli keyboard buat smartphonenya yang juga harganya tak jauh
beda di Palangkaranya. Lagian nawarinnya Rp. 200 ribu yang kemudian
mentok di harga 100 ribu. Setelah agak lama berkeliling kami memutuskan
pulang.
Karena
jalan agak memutar, kami beranggapan bahwa ada jalan tembus dan lebih
dekat dari Nagoya ke Hotel kami. Saatnya menjalankan rumus, "malu
bertanya sesat di jalan". Satpam Nagoya mengatakan kami harus keluar
dari pintu timur untuk sampai ke Hotel.
Setelah
mendapatkan pintu timur kami bertiga, berjalan menuju jalan besar. Tak
sampai beberapa meter, kami menemukan bangunan yang terasa akrab, hotel
kami. setelah yakin dengan yang dilihat. kami hanya tertawa. mungkin
menertawakan keudikan kami sendiri atau menertawakan keadaan. Ternyata
bertanya juga membuat sesat di jalan. FYI Nagoya Hills itu berada tepat
di depan hotel kami. Lha ngapain sampai muter-muter segala?
Pengalaman ini selalu membuat kami tersenyum-senyum saja. Pengalaman pertama dan lucu di Batam.
Kuliner
Selain kota yang indah dan wisata belanjanya, Batam memiliki ragam
kuliner yang unik dan menantang. Sebut saja gonggong dan mie lendir.
Seperti apakah itu?
Saat kumpul pertama di Sri Rejeki, rumah makan di pinggir pantai yang
juga jauuuh dari hotel, disuguhi beberapa makanan full seafood. Udang,
cumi-cumi, ikan dan tak ketinggalan GONGGONG khas Batam. Gonggong itu
hewan laut bercangkan keras, persis seperti siput atau kumang (dalam
bahasa sunda).
Gonggong dapat mudah ditemukan ketika air laut sedang surut, namun gonggong yang berukuran besar agak sedikit sulit untuk dicari karena kebanyakan gonggong yang ditemukan hanya yang berukuran kecil. Kandungan protein yang sangat tinggi menjadikan makanan ini sangat istimewa.
Cara memasaknya juga cukup sederhana. Setelah direndam dengan garam agar terasa lebih gurih. Tak lupa rendaman jahe untuk menghilangkan bau amisnya.
Sayangnya, untuk makanan laut, Selain ikan dan udang, tak memakannya.
Jadi bagaimana rasanya gonggong itu saya tak tahu. Namun melihat Mas
Heri dan Mas Tupon yang memakannya kayaknya enak juga.
Kata Mas Tupon rasanya seperti cumi saja dengan tekstur yang lebih lembut dan gurih. tak tercium bau amis dari kerang ini. Mungkin dari rendaman jahe tadi. Mas Tupon terlihat susah memakan gonggong ini karena tidak dibekali dengan alat mengelurkan si gonggong tadi. Ya seperti tusuk gigi lah.
Kalau makanan sejenis kerang tidak saya makan, tapi makanan mie seperti mie Aceh pasti saya makan. Yang saya coba adalah mie Aceh di Sei Panas. Saat itu saya diajak oleh kakak kelas saya yang ada di Batam, Bang Akmal Syadri. Dia memesankan saya mie Aceh yang paling enak, Mie Kuah Aceh. Memang sangat enak disantap saat hujan yang turun sangat deras.
Apalagi ditambah dengan teh telur yang pertama kali saya saya rasakan di
Ulee Kareng Aceh. Rasanya juga tak jauh beda dengan yang di aceh itu.
Membuat hangat badang di saat dingin.
Sayangnya saya belum merasakan mie lendir yang menurut cuita dari @infobatam, "Mie Lendir adalah makanan khas Batam dan mesti mencobanya". Kata salah seorang volunteer dari Batam, yang membedakan mie ini dengan yang lainnya adalah di kuahnya yang mirip seperti lendir -maaf- ingus.
Sebetulnya membayangkannya saya agak mual juga. Namun rasa penasaran juga cukup tinggi untuk menjajal mie yang satu ini. Semoga saja ada kesempatan lain ke Batam
Gonggong dapat mudah ditemukan ketika air laut sedang surut, namun gonggong yang berukuran besar agak sedikit sulit untuk dicari karena kebanyakan gonggong yang ditemukan hanya yang berukuran kecil. Kandungan protein yang sangat tinggi menjadikan makanan ini sangat istimewa.
Cara memasaknya juga cukup sederhana. Setelah direndam dengan garam agar terasa lebih gurih. Tak lupa rendaman jahe untuk menghilangkan bau amisnya.
Kata Mas Tupon rasanya seperti cumi saja dengan tekstur yang lebih lembut dan gurih. tak tercium bau amis dari kerang ini. Mungkin dari rendaman jahe tadi. Mas Tupon terlihat susah memakan gonggong ini karena tidak dibekali dengan alat mengelurkan si gonggong tadi. Ya seperti tusuk gigi lah.
Kalau makanan sejenis kerang tidak saya makan, tapi makanan mie seperti mie Aceh pasti saya makan. Yang saya coba adalah mie Aceh di Sei Panas. Saat itu saya diajak oleh kakak kelas saya yang ada di Batam, Bang Akmal Syadri. Dia memesankan saya mie Aceh yang paling enak, Mie Kuah Aceh. Memang sangat enak disantap saat hujan yang turun sangat deras.
Sayangnya saya belum merasakan mie lendir yang menurut cuita dari @infobatam, "Mie Lendir adalah makanan khas Batam dan mesti mencobanya". Kata salah seorang volunteer dari Batam, yang membedakan mie ini dengan yang lainnya adalah di kuahnya yang mirip seperti lendir -maaf- ingus.
Sebetulnya membayangkannya saya agak mual juga. Namun rasa penasaran juga cukup tinggi untuk menjajal mie yang satu ini. Semoga saja ada kesempatan lain ke Batam
Jadi Volunteer Bangun Rumah
Dan inilah kegiatan inti kami di Batam, menjadi relawan membangun
rumah. Bekerja sama dengan Habitat for Humanity Branch Batam ada dua
rumah layak huni yang akan diberikan kepada dua kepala keluarga di
Kabil, Batam. Tugas kami sebagai volunteer adalah ikut membangun rumah
itu.
Pagi sekali kami sudah bersiap diri dan sarapan agar nanti pas
ikutan membantu bangun rumah tidak pingsan. Setelah berkumpul di kantor
cabang Batam dan bergabung dengan relawan Batam yang berjumlah 15 orang,
kami menuju lokasi pembangunan rumah. Perjalanan cukup jauh juga dan
cukup untuk sekejap memejamkan mata.
Sampai di lokasi kami dibriefing dulu oleh tim Habitat tentang
pekerjaan yang akan dilakukan. Pekerjaan hari ini adalah menggali lubang
fondasi dan mengecornya. Karena ada dua lokasi maka tim dibagi dua.
Kami yang merupakan tim ekternal memilih untuk tetap bersama dalam satu
grup. Soalnya sudah chemistri. cieee.
Di lokasi, tim pria bertugas untuk menggali lubang fondasi. dan yang
wanita bertugas merangkai besi yang akan dipakai sebagai fondasi. Tim
pria terlihat kesulitan menggali lubang-lubang itu. Alasan pertama
karena tanahnya memang keras dan kedua karea memang tak terbiasa
memegang cangkul. Namun setelah bahu membahu akhinya lubang fondasi
selesai juga.
Setelah jam istirahat lubang-lubang itu kemudian dicor. Kerjasama
tim sangat terlihat dan walau terasa berat tak ada satupun yang
mengeluh. Semua enjoy dan menikmati pekerjaan relawan ini. Daaan
pekerjaan mengecor selesai juga. Alhamdulillah.
Selain rumah,ada dua pompong (perahu transpotasi) untuk pelajar
di Pulau Galang yang dihibahkan. Memang banyak pulau-pulau kecil di
setikat pulau Batam dan Galang. Dua pompong ini diharapkan memperlancar
kegiatan belajar di Batam.
Penjelajahan lain di Batam : Menapaki jejak sendu manusia perahu di Kamp Vietnam Batam
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu