Mesjid di Teluk Dalam,menjadi jejak membanggakan dalam hidupku |
Kisahnya dimulai ketika tsunami dahsyat melanda
Aceh, Simeulue dan Nias. 200 ribu jiwa tewas menyedihkan dalam musibah besar di
akhir tahun itu. Semua anak bangsa bersatu padu membantu saudara-saudaranya
yang terkena musibah.
Walau bukan yang pertama membantu Aceh dan Nias
namun saya cukup beruntung dapat ikut berpartisipasi membantu saudara-saudara
di Aceh dan Nias serta menorehkan jejak yang membanggakan.
Beberapa dokumentasi pembangunan di Teluk Dalam |
Sebelum membangun mesjid di Nias Selatan, saya
ditunjuk untuk menjadi pimpro pembangunan sekolah di Aceh Besar dan Meulaboh.
Di Aceh Besar kami mendapat wakaf 1 ha tanah dari keluarga H. Mawardi. Di atas
tanah itulah sebuah sekolah menengah yang cukup megah kami bangun.
Di Meulaboh kami mendapat wakaf tanah 25 ha. Di
sini, konsep bangunan terpadu dibangun. Sebuah bangunan besar dengan sebuah
hall besar di tengah, dikelilingi oleh ruang kelas yang cukup banyak. Bangunan
megah ini kemudian diserahkan ke pemda yang saat itu sekda nya merupakan ketua
cabang yayasan Babussalam.
Setelah pembangunan di Aceh hampir rampung, saya
diperintahkan lagi untuk membangun mesjid di Nias. Awalnya mesjid akan
dibangun di Gunung Sitoli, Nias. Namun karena ada permintaan dari masyarakat Teluk
Dalam, Nias Selatan, maka pembangunan mesjid dialihkan.
Saat di Aceh |
Membangun di daerah bencana seperti Aceh dan Nias
bukanlah perkara mudah. Selain pasokan bahan bangunan yang kebanyakan disuplai
dari tempat yang jauh, tenaga pegawai juga harus kami bawa dari Bandung. Coba
deh bayankan, semua baja untuk membangun mesjid di Nias Selatan, didatangkan
dari Medan.
Masih untung kalau cuaca laut cukup bersahabat
sehingga kapal pembawa baja bisa bersandar di pelabuhan Nias Selatan. Jika
tidak, maka jadwal pembangunan bisa molor. Beberapa kali kapal pembawa baja
harus bersandar di Pulau Batu karena cuaca sangat buruk.
Belum lagi, Nisel masih sering diguncang gempa.
Saya masih ingat, satu sahur bulan Ramadhan, tiba-tiba saja bumi bergoyang
cukup keras. Saya dan teman sekamar segera berlarian keluar kamar sambil
membawa piring yang isinya entah berhamburan ke mana.
Di Makam Syiah Kuala, Aceh |
Itu kondisi di lokasinya. Perjalanan menuju Nisel
sendiri adalah sebuah perjuangan. Jika tak dapat pesawat maka harus menggunakan
bis dan naik kapal di Sibolga. Sebuah perjalanan yang sangat panjang dan
melelahkan.
Nah di sela-sela pembangunan seperti itulah saya
mencuri-curi waktu untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata dan bersejarah. Di
Aceh, saya mengunjungi beberapa tempat seperti ke Indonesia KM 0, PLTD
Apung, makam Syiah Kuala, Mesjid Baiturahman, Mata Ie dan tempat-tempat
menarik lainnya.
Perjalanan dari Banda Aceh ke Meulaboh dengan
menggunakan elf juga adalah perjalanan yang menegangkan. Saat itu masih banyak
razia-razia entah dari kelompok mana yang sering menghentikan mobil di tengah
hutan belantara. Betul-betul mendebarkan hati.
Moda transportasi saat ke Meulaboh |
Di Nias, mengunjungi Bawomataluo tak saya
sia-siakan. Kampung adat yang terkenal dengan loncat batunya itu sangat menarik
untuk dikunjungi. Selain itu, Sorake adalah kunjungan lainnya. Sorake
adalah pantai indah dengan ombak besar yang mengundang para peselancar untuk
mengarunginya.
Di Nias, satu hal yang ekstra hati-hati adalah
soal makanan. Kami harus mencari warung makan yang aman kehalalannya. Di Teluk
Dalam, muslim memang minoritas dan kebanyakan warung makan menjual makanan
daging yang tak halal buat kami. Beruntung salah seorang kerabat DKM masjid mau
memasakan makanan buat kami selama di Teluk Dalam.
Sayangnya dokumentasi pribadi yang dulu banyak
saya upload di Multiply kebanyakan hilang setelah layanan MP dimatikan. Hanya
ada beberapa dokumen yang bisa saya selamatkan. Ah, tak mengapa lah. Yang penting
saya masih bisa membuat jejak yang baik di beberapa tempat.
Salah satu bangunan yang diserahkan ke Pemda Meulaboh |
Bagi saya, setiap perjalanan adalah sebuah wisata
yang dapat membentuk jiwa. Apalagi dalam bingkai kegiatan kemanusiaan seperti
membangun sekolah, masjid dan mengajar. Sungguh perjalanan batin luar biasa. Saya
betul-betul beruntung bisa melakukan keduanya.
Ketika kamu ingin pergi ke suatu
tempat, pertama kali hatimu yg akn pergi untk menyaksikan & meneliti
keadaan di tempat itu, lalu ia akan kembali untk mendorong tubuhmu.
*Rumi
Bagian dalam gedung di Meulaboh |
Bersama Bapak dalam perjalan ke Aceh |
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberikan komentar pada posting ini... sukses selalu